pendidikan karakter ?,,,,,,,,,,,,,,,apalagi di pondok pesantren,,,,,,,,,,,,
mari kita gali bersama-sama karena ini adalah salah satu "tander kita bersama" selaku pelaku pendidikan,
jangan lupa dicoment ea,,,,,,
Sistem Pendidikan Pondok
Pesantren
Berbasis Karakter
Pada tahun 1998 rezim orde baru tumbang kemudian diiring
lembaran baru dalam dunia pendidikan kita. Capaian ini menjadi angin segar bagi
perbaikan generasi bangsa melalui pendidikan nasional. Kemudian diiringi
dukungan pemelrintah dengan memberi pendidikan gratis, sertifikasi guru dan
dosen, bantuan operasional sekolah, pembangunan madrasah bertaraf
internasional.
Indonesia telah berbenah diri dalam menciptakan kualitas
generasinya, pemerintah mewajibkan pendidikan sembilan tahun. Pendidikan
nasional telah kembali ke jalur yang benar menjadi pelopor kebangkitan nasional
mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju di dunia. Indonesia terus
melaju ke tingkat internasional dengan menjuarai berbagai ajang bergengsi
dibidang pendidikan.
Terlepas dari semua itu, sistem pendidikan nasional ternyata
masih menyimpan segudang masalah dalam menciptakan sumber daya manusia. Contoh
kecilnya adalah penerapan UN tertantang oleh prasarana pendidikan yang belum
merata kuantitas dan kualitasnya di seluruh Indonesia. Selain itu pemerintah
cendrung masih “otoriter” dengan memandang sebelah mata lembaga pendidikan
swasta, apalagi lembaga pendidika pesantren.
Akhirnya terjadi gap antara pendidikan antara sekolah/madrasah
negeri, swasta, dan pesantren; keluaran sekolah/madrasah yang belum sepenuhnya
nyambung dengan dunia kerja. Alumni pesantren selalu diposisikan sebagai pak
Ustadz yang seakan tak berhak untuk terjun ke dunia bisnis dan semacamnya.
Kendati pun secara kualitas kemampuan santri bisa bersaing dengan jebolah
sekolah negeri.
Pendidikan nasional, khususnya negeri masih jauh sekali dari
nilai-nilai luhur dalam membangun mental anak didikanya; integrasi pendidikan
agama ke dalam sistem pendidikan nasional yang masih jauh dari harapan.
Ketimpangan ini kemudian menciptakan generasi individualis yang tak peka
lingkungan.
Padahal tujuan utama diselenggarakannya pendidikan adalah
untuk “mendewasakan” manusia melalui proses belajar-mengajar. Baik guru dan
khususnya anak didik. Tolak ukur kedewasaan peserta didik di sini dapat dilihat
dari kematangan dalam berfikir, bersikap dan bertindak. Jadi sistem penilaian
terhadap siswa tidak sebatas pada angka yang cukup dikerjakan lembar-lembar
ujian saja.
Dan jika hal ini bisa diterapkan dalam sistem pendidika
nasional, maka yakinlah bahwa pendidikan kita sebatas meningkatkan kapasitas
intelektual anak didik, tapi juga membentuk manusia seutuhnya sehingga
diharapkan output yang dihasilkan dari sebuah proses pendidikan dapat
mentransformasikan pengetahuan yang diserapnya untuk memperbaiki masyarakat di
sekitarnya.
Semua itu bisa diperoleh di lembaga pendidikan pesantren, yang
menyeimbangkan pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Kiranya tidak berlebihan
jika kita menyebut pesantren sebagai lembaga lembaga pengajaran sekaligus
lembaga pendidikan yang inten mencetak gerasai multifungsi yang bisa menerapkan
sistem pendidikan agama dan pendidikan umum.
Sistem pemondokan di pesantren menjadi cari khas sekaligus
keunggulan ketimbang lembaga pendidika lainnya, dan itu sudah terbukti banyak
diadopsi oleh banyak sekolah negeri guna memfasilitasi siswa berprestasi.
Berbagai sistem yang diterapkan di pesantren dari segi pendidikan menjadi
keunggulan komparatif pesantren dibandingkan dengan sekolah atau madrasah di
luar pesantren.
Sistem doktrin terhadap santri yang dianut pesantren
menjadikan nilai-nilai bukan sekedar untuk diketahui namun diamalkan. Seperti
halnya sosok kiai sebagai figur dalam pengamalan ilmunya. Sistem pendidikan di
pesantren bertumpu pada sosok kiai, dimana nilai-nilai sudah menginternalisasi
secara baik. Sang kiai mengajar dengan keteladanan dan itu adalah keunggulan
pendidikan pesantren.
Pada hakikatnya pesantren era sekarang sudah jauh dari kesan
kampungan yang selama ini menjadi label banyak pesantren di pinggiran kota.
Pesantren pinggiran kota yang tak pernah dilirik pemerintah selama ini sudah
lama berbenah diri. Sistem pendidikan pesantren salaf mongkombinasikan
kurikulum tradisional dan kurikulum modern yang selama ini menjadi acuan
sekolah negeri, yakni, pesantren mengagas suatu rumusan yang berbasis pada
kebutuhan kontemporer. Bisa kita lihat sekarang, kebanyakan pesantren sudah
memasukan pendidikan SMK dan semacamnya.
Dalam bahasa yang lebih sederhana, pesantren sekrang tidak
hanya mengajari kitab kuning dan bahasa arab saja pada santrinya, melainkan
diberikan juga bekal bahasa inggris, ilmu komputer, dan keterampilan pelengkap
lainnya. Adapun konsep kurikulum yang ditawarkan pesantren modern ini lebih
mengarah pada keterpaduan antara aspek kognitif, normatif dan tetap berlandaskan
pada ajaran-ajaran Islam.
Perpaduan semacam ini ternyata menjawab kebutuhan masyarakat
modern. Menurut Hasyim Muzadi bahwa dalam menghadapi realitas kekinian, kita
tidak harus skeptis dalam menerapkan metodologi dan tidak usah mengacak-acak
modernitas, atas nama keharusan perubahan itu sendiri. Tradisi menjadikan agama
bercokol dalam masyarakat harus lebih kreatif dan dinamis sebab mampu
bersenyawa dengan aneka ragam unsur kebudayaan. (Hasyim Muzadi: 1999).
Sebenarnya para pengamat pendidikan selama ini tidak menyadari
bahwa sebenarnya pesantren telah menjadi penengah anatara sekolah swasta dan
sekolah negeri yang telah memberikan dua aspek pokok dalam sekolah swasta dan
sekolah negeri.
Akhir kata, penulis mau mengutip pendapat Muhammad Abduh
mengenai tujuan pendidikan dalam arti luas yang mencakup aspek akal (kognitif)
dan aspek spiritual (afektif). Disini Muhammad Abduh menginginkan terbentuknya
pribadi yang mempunyai struktur jiwa yang seimbang, yang tidak hanya menekankan
pekembangan akal tetapi juga perkembangan spiritual. Itulah solusi yang
ditawarkan lembaga pendidikan pesantren.
* Pustakawan di PP
Mambaul Ulum Bata-Bata, Pamekasan Madura