Nilai dari kehidupan bukan dari apa yang KITA DAPATKAN tapi dari apa yang KITA LAKUKAN.
Selasa, 04 Februari 2014
IQ, EQ, dan SQ Dalam konsep Islam
1. IQ (Intellegence Quotiens)
IQ ialah kecerdasan yang diperoleh melalui kreatifitas akal yang berpusat di otak, EQ ialah kecerdasan yang diperoleh melalui kreatifitas emosional yang berpusat di dalam jiwa, dan SQ ialah kecerdasan yang diperoleh melalui kreatifitas rohani yang mengambil lokus di sekitar wilayah roh. Ketiga aktifitas kreatif di atas mengingatkan kita kepada tiga konsep struktur kepribadian Sigmund Freud (1856-1939), yaitu id, ego, dan superego. Id adalah pembawaan sifat-sifat fisik-biologis seseorang sejak lahir. Id ini menjadi inspirator kedua struktur berikutnya. Ego, bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakkan keinginan agresif dari Id. Ego berusaha mengatur hubungan antara keinginan subjektif individual dan tuntutan objektif realitas sosial. Ego membantu seseorang keluar dari berbagai problem subyektif individual dan memelihara agar bertahan hidup (survival) dalam dunia realitas. Superego berfungsi sebagai aspek moral dalam kepribadian, berupaya mewujudkan kesempurnaan hidup, lebih dari sekedar mencari kesenangan dan kepuasan.
Substansi manusia dalam Al-Qur’an mempunyai tiga unsur, yaitu unsur jasmani, unsur nafsani, dan unsur rohani. Keterangan seperti ini dapat difahami di dalam beberapa ayat, antara lain Q.S. al-Mu'minun :12-14 :
Kecerdasan Intelektual (IQ) Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan.
Otak dapat dibagi menjadi otak kiri dan otak kanan. Otak kiri memiliki fungsi analisis dan otak kanan memiliki fungsi kreatif. Meskipun masih banyak ditentang, kalangan imuan mengidentifikasi otak kiri sebagai orak feminin dan otak kanan sebagai otak maskulin. Walaupun terpisah tetapi keduanya saling berhubungan secara fungsional. Kelainan akan terjadi manakala hubungan fungsional itu terganggu. Wilayah aktifitas otak juga dapat dibedakan antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Wilayah pikiran sadar hanya sekitar 12 % dan selebihnya (88%) adalah wilayah pikiran bawah sadar. Di antara kedua wilayah ini, ada garis pemisah yang disebut Reticular Activating System (RAT), yang berfungsi untuk menyaring informasi tidak perlu atau berlebihan supaya kita tetap bisa waras. Di wilayah bawah sadar tersimpan semua ingatan dan kebiasaan, kepribadian dan citra diri kita.
Dari sini difahami bahwa otak dan emosi memiliki hubungan yang fungsional yang saling menentukan antara satu dan lainnya. Penelitian Rappaport di tahun 1970-an menyimpulkan bahwa emosi tidak hanya diperlukan dalam penciptaan ingatan, tetapi emosi adalah dasar dari pengaturan memori. Orang tidak akan pernah mencapai kesuksesan dalam bidang apapun kecuali mereka senang menggeluti bidang itu.
Di dalam Al-Qur’an, kecerdasan intelektual dapat dihubungkan dengan beberapa kata kunci seperti kata??? (saecara harfiah berarti mengikat) yang terulang sebanyak 49 kali dan tidak pernah digunakan dalam bentuk kata benda (ism) tetapi hanya digunakan dalam bentuk kata kerja (fi’il), yaitu bentuk fi’il madli sekali dan bentuk fi’il mudlari’ 48 kali. Penggunaan kata ‘aql dalam ayat-ayat tersebut pada umumnya digunakan untuk menganalisis fenomena hukum alam (seperti Q.S. al-Baqarah/2:164) dan hukum-hukum perubahan sosial (seperti Q.S. al-‘Ankabt/29:43).
“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? (Q.S.al-Baqarah/2:75).”
Kecerdasan Emosional (EQ) Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Seseorang dapat melakukan sesuatu dengan didorong oleh emosi, dalam arti bagaimana yang bersangkutan dapat menjadi begitu rasional di suatu saat dan menjadi begitu tidak rasional pada saat yang lain. Dengan demikian, emosi mempunyai nalar dan logikanya sendiri. Tidak setiap orang dapat memberikan respon yang sama terhadap kecenderungan emosinya. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi.
Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Daniel Goleman menggambarkan bahwa otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa keserdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual. Di dalam Al-Qur’an, aktifitas kecerdasan emosional seringkali dihubungkan dengan kalbu. Oleh karena itu, kata kunci utama EQ di dalam Al-Qur’an dapat ditelusuri melalui kata kunci (kalbu) dan tentu saja dengan istilah-istilah lain yang mirip dengan fungsi kalbu seperti jiwa (???), intuisi, dan beberapa istilah lainnya.
Jenis-jenis dan sifat-sifat kalbu (qalb) dalam Al-Qur’an dapat sikelompokkan sebagai berikut:
1. Kalbu yang damai (Q.S. al-Syura/26:89).
2. Kalbu yang penuh rasa takut (Q.S.Qafl50:33)
3. Kalbu yang tenang (Q.S. al-Nahl/16:6)
4. Kalbu yang berfikir (Q.S.al-Haj/2:46)
5. Kalbu yang mukmin (Q.S.al-Fath/48:4)
ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ ¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sø:$# ÇÊ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (QS. Al-Mu’minun : 12-14)
Kata dalam ayat ini menurut para mufassir dimaksudkan sebagai unsur rohani setelah unsur jasad dan nyawa (nafsani). Hal ini sesuai dengan riwayat Ibn Abbas yang menafsirkan kata dengan (penciptaan roh ke dalam diri Adam). Unsur ketiga ini kemudian disebut unsur ruhani, atau lahut atau malakut. yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk biologis lainnya.
Setelah penciptaan unsur ketiga ini selesai maka para makhluk lain termasuk para malaikat dan jin bersujud kepadanya dan alam raya pun ditundukkan (taskhir) kepada Adam. Unsur ketiga ini pulalah yang mendukung kapasitas mamnusia sebagai khalifah (representatif) Tuhan di bumi (Q.S. al-An‘am/6:165) di samping sebagai hamba (Q.S. al-zariyat/51:56). Meskipun memiliki unsur ketiga, manusia akan tetap menjadi satu-satunya makhluk eksistensialis, karena hanya makhluk ini yang bisa turun naik derajatnya di sisi Tuhan. Sekalipun manusia ciptaan terbaik (ahsan taqwim/Q.S. al-Tin/95:4), ia tidak mustahil akan turun ke derajat "paling rendah" (asfala safilin/Q.S. al-Tin/95:5), bahkan bisa lebih rendah daripada binatang (Q.S. al-A‘raf/7:179). Eksistensi kesempurnaan manusia dapat dicapai manakala ia mampu mensinergikan secara seimbang potensi kecerdasan yang dimilikinya, yaitu kecerdasan unsur jasad (IQ), kecerdasan nafsani (EQ), dan kecerdasan ruhani (SQ).
Selain kata ‘aql juga dapat dihubungkan dengan predikat orang-orang yang mempunyai kecerdasan intelektual seperti kata (orang-orang yang mempunyai pikiran) yang terulang sebanyak 16 kali. Seorang yang mencapai predikat ul al-bab belum tentu memiliki kecerdasan emosional atau kecerdasan spiritual, karena masih ditemukan beberapa ayat yang menyerukan kepada kaum ul al-bab untuk bertakwa kepada Allah Swt (Q.S.al-Maidah/5:100 dan S. al-Thalaq/65:10). Namun, ul al-bab juga dapat digunakan bagi pemilik IQ yang sudah menyadari akan adanya kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi di balik kemampuan akal pikiran (Q.S. al-Baqarag/2:269 dan S. al-Zumar/39:9). Dan masih banyak lagi istilah yang mengisyaratkan aktifitas kecerdasan intelektual kesemuanya itu dapat disimpulkan bahwa ontologi akal hanya terbatas pada obyek-obyek yang dapat diindera, kepada obyek-obyek yang bersifat metafisik. Penguasaan kecerdasan intelektual bukan jaminan untuk memperoleh kualitas iman atau kualitas spiritual yang lebih baik, karena terbukti banyak orang yang cerdas secara intelektual tetapi tetap kufur terhadap Tuhan. Hal ini juga ditegaskan di dalam Q.S.al-Baqarah/2:75:
1. EQ (Emotional Quotiens )
2. SQ (Spritual Quotiens)
Kecerdasan Spiritual (SQ) Kecerdasan spiritual menjadi salah satu wacana yang mulai mencuak akhir-akhir ini. Wacana ini muncul seolah-olah kelanjutan dari wacana yang pernah dipopulerkan oleh Daniel Goleman dengan Emotional Intelligence-nya. Kini sudah mulai bermunculan karya-karya baru tentang kecerdasan ketiga ini dengan metode pembahasan yang berbeda-beda. Yang lebih menarik lagi karena buku-buku ini muncul di dunia Barat. Apakah ini pertanda bahwa Barat kini sudah mulai melakukan reorientasi pandangan hidup atau karena sedang terjadi suatu krisis di Barat. Kalangan ilmuan kini semakin sadar betapa pentingnya manusia kembali berpaling untuk memahami dirinya sendiri lebih mendalam. Sebab hanya dengan mengandalkan kecerdasan intelektual saja manusia tidak akan sampai kepada martabat yang ideal. Atas dasar inilah, Danah Zohar dan Ian Marshal menerbitkan satu buku yang amat menarik yang diberinya judul: SQ Spiritual Intelligence: The Ultimate Intelligence. Dalam buku ini diawali dengan tinjauan secara kritis kelemahan-kelemahan dunia Barat dalam kurun waktu terakhir ini karena mengabaikan faktur kecerdasan spiritual ini. Sebaliknya, buku ini memberikan apresiasi yang sangat positif terhadap niulai-nilai humanisme ketimuran yang dikatakannya lebih konstruktif daripada nilai-nilai humanisme yang hidup di Barat. Kecerdasan spiritual dalam Islam sesungguhnya bukan pembahasan yang baru. Bahkan masalah ini sudah lama diwacanakan oleh para sufi. Kecerdasan spiritual (SQ) berkaitan langsung dengan unsur ketiga manusia. Seperti telah dijelaskan terdahulu bahwa manusia mempunyai substansi ketiga yang disebut dengan roh. Keberadaan roh dalam diri manusia merupakan intervensi langsung Allah Swt tanpa melibatkan pihak-pihak lain, sebagaimana halnya proses penciptaan lainnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar